1.20.2013

Gunung-gunung Angker di Indonesia Serta Mitos-mitosnya



1. Gunung Merapi
Masyarakat yang tinggal disekitar gunung masih percaya akan adanya mahkluk halus yang tinggal di hutan-hutan, mata air, batu besar, pohon besar, kawah, dan puncak gunung. Penduduk sekitar gunung Merapi yakin bahwa puncak Merapi adalah istana mahluk halus. 


2. Gunung Merbabu
Pasar bubrah adalah pasarnya bangsa mahkluk halus. Watu gubug di Gn.Merbabu adalah pintu gerbang menuju kerajaan Gaib. Di puncak gunung Gede terdapat lapangan luas yang konon pendaki yang berkemah di sana sering mendengar derap kaki kuda atau melihat istana. 


3. Gunung Semeru
Di Ranu Kumbolo didekat gn Semeru para pendaki yang berkemah sering melihat hantu wanita muncul dari tengah danau. Peristiwa-peritiwa gaib sering dialami para pendaki hampir di seluruh gunung-gunung yang terkenal dengan keangkerannya. Para pendaki sering diingatkan oleh masyarakat setempat, petugas, maupun peraturan yang jelas-jelas berisi pantangan-pantangan yang berhubungan dengan makhluk halus penghuni gunung yang bersangkutan.Di tengah danau Ranu Kumbolo di tengah malam bulan purnama, sering muncul penampakan Dewi Penunggu danau, yang berupa gumpalan kabut tebal yang berputar-putar dan berubah menjadi seorang wanita.


4. Gunung Agung
Untuk mendaki Gn. Agung di Bali pendaki dilarang membawa makanan yang mengandung daging sapi. Beberapa peraturan mistik di gunung yang umum berlaku misalnya pendaki wajib minta ijin (permisi) ketika melewati tempat-tempat tertentu, mau beristurahat, mau buang air. Dilarang mengenakan pakaian berwarna merah atau hijau, dilarang mendaki bagi wanita yang datang bulan. Larangan mendaki gunung Agung pada hari besar agama.

5. Gunung Salak
Pesawat Sukhoi Superjet-100 yang jatuh di Gunung Salak mengalihkan perhatian semua mata ke kawasan wisata tersebut. Memang, Gunung Salak sejak dahulu dikenal sebagai lokasi penuh mitos dan legenda. Kawasan wisata Gunung Salak tidak hanya memiliki atraksi wisata alam, namun juga wisata religi. Di lereng gunung ini terdapat sebuah tempat suci Hindu yang cukup besar–Pura Parahyangan Agung Jagatkarta Tamansari. Dibangunnya pura di daerah ini memang bukan tanpa alasan. Konon, di tanah inilah Prabu Siliwangi sang Raja Pajajaran yang membawa kemasyuran bagi tanah Sunda pernah berdiam. Bahkan, ada yang percaya bahwa di tempat inilah Prabu Siliwangi menghilang bersama para prajuritnya. Hingga akhirnya sebelum membangun pura, umat Hindu memutuskan untuk membangun terlebih dulu candi dengan patung macan berwarna putih dan hitam. Pura dibangun sebagai penghormatan terhadap Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Hindu terakhir di tanah Parahyangan.

Pura terbesar secara fisik dan konsep berada di bumi suci, Parahyangan, Bogor. Diyakini di sinilah tempat petilasan Prabu Siliwangi, raja termasyhur dan paling dipuja. Lereng Gunung Salak, simbol Mahameru, merupakan tempat bersemayam para dewa. Pura ini dibangun untuk menghormati Prabu Siliwangi beserta para prajuritnya yang konon menjelma menjadi macan yang menjaga tanah Sunda. Konon, dulu sering terjadi hal-hal gaib di wilayah ini yang berhubungan dengan Prabu Siliwangi, raja termasyhur dari Kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat.

Sebelumnya pada 1981, lokasi itu dikenal sebagai Batu Menyan, batu yang mengeluarkan asap menyan setiap hari. Konon di batu itu pula, acap kali masyarakat melihat cahaya putih, sinar terang, dari langit turun ke batu. Juga rumput-rumput yang bersinar terang.

Awal pembangunan pura dilakukan pada 1995 dengan mendirikan sebuah candi sederhana. Pura ini dibangun secara lengkap. Bagian Utamaning Utama Mandala dibangun, antara lain Bale Pesamuan Agung, Padmasana, Bale Pepelik/Pangaruman, Panglurah Agung, Taksu Agung, Patirtan, dan Candi. Di bagian Utama Mandala akan dibangun antara lain Bale Panggungan, Bale Agung, Bale Peselang, Bale Pawedan/Gajah, Bale Gegitaan, Bale Raringgitan, dan Kori Agung. Di bagian Madya Mandala dibangun Pengapit Lawang, Pesimpangan Dalem Peed, Bale Gong dan Bale Pengambuhan, Pasandekan Sulinggih, Bale Kulkul, serta Candi Bentar. Sementara di bagian Nistha Mandala dibangun antara lain Wantilan, Bale Paebatan, Bale Paninjon, Candi Bentar, dan Pasandekan. Di Nisthaning Nistha dibangun kamar mandi dan parkir.


6. Gunung Lawu
Gunung Lawu berketinggian sekitar 3265 M di atas permukaan laut, terletak di perbatasan propinsi Jawa Tengah – Jawa Timur.
Gunung Lawu bersosok angker dan menyimpan misteri dengan tiga puncak utamanya :
Harga Dalem, Harga Dumilah dan Harga Dumiling yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini masyarakat setempat sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.

Konon kabarnya gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan ada hubungan dekat dengan tradisi dan budaya keraton, semisal upacara labuhan setiap bulan Sura (muharam) yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta.


7. Gunung Ciremai
Tempat - tempat yang kebetulan menjadi pos tetapi mempunyai nuansa mistik teramat kuat. Uniknya, tiap - tiap nama pos mempunyai latar belakang tersendiri serta berbeda antar satu dengan lainnya. Di antaranya adalah blok kuburan kuda. Di areal ini konon terdapat kuburan kuda milik tentara jepang. Kuda tersebut , biasa dipergunakan oleh para kempetai untuk mengontrol para pekerja rodi yang menanam kopi. Dan kuburan yang terletak di sebelah barat jalur pendakian, sampai sekarang masih ada dan dikeramatkan oleh penduduk setempat.

Blok papa tere lain lagi. Konon, dahulu di sini pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang anak yang dilakukan oleh ayah tirinya . Bermula, sang anak diajak oleh ayah tirinya untuk mendaki gunung Ceremai. Setibanya di tempai ini , sang ayah langsung menikam anaknya hingga tewas.

Sedangkan blok batu lingga merupakan tempat yang sangat disakralkan oleh penduduk setempat. Untuk itu, guna menghindari hal hal yang tak diinginkan maka para pendaki pun dilarang untuk menduduki sebuah batu besar atau berbuat yang tak senonoh di tempat ini. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya . Di dekat batu lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet.

Blok sangga buana, yang arti harfiahnya adalah penyangga bumi. Areal ini berfungsi untuk menahan aliran lahar bila gunung ceremai meletus. Maksudnya agar lahar tidak mengarah ke linggarjati, tetapi ketempat lain.

Dan akhirnya adalah blok pengsungan atau pengasinan tempatnya amat terbuka. Disini terdapat ladang yang tak pernah layu , edelweiss. Dari tempat ini kita dapat memandang lepas keindahan kota Cirebon serta pemandangan laut Jawa. Bukan hanya itu, disini juga kita bisa puas memandang keindahan matahari terbit . Jarang orang mengetahui jika tempati ini sejajar dengan puncak gunung Slamet yang ada di jawa tengah. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Sudah barang tentu, suara itu datang dari alam halus.


Jalur Pendakian Gunung Sumbing




Gunung Sumbing merupakan gunung bertipe strato (kerucut), dengan ketinggian 3.371 m dpl. Gunung ini terletak di kawasan kabupaten Wonosobo, tepatnya di daerah Temanggung, Jawa Tengah. Kondisi puncaknya terdiri atas tebing batu cadas yang menjulang tinggi dan disekitarnya banyak dijumpai kawah - kawah kecil yang mengeluarkan asap belerang. Puncak Gunung Sumbing terdiri atas dua puncak, Puncak Buntu, dengan ketinggian 3.362 m dpl dan puncak Kawah, dengan ketinggian 3.372 m dpl.

Lereng Gunung Sumbing merupakan salah satu kawasan yang rawan tanah longsor karena terlalu luas dieksploitasi lahannya untuk ladang tembakau dan sayur - sayuran. Menurut ahli konservasi dari UGM lereng Gunung Sumbing mempunyai tingkat erosi yang paling tinggi diantara gunung-gunung yang berada di sekitarnya sehingga bila kita mendaki gunung ini sejauh mata memandang akan terlihat hampir separuh lereng gunung sudah merupakan daerah perladangan.
Untuk mencapai puncak Gunung Sumbing terdapat satu jalur utama yaitu lewat Kampung Butuh, Desa Garung, Wonosobo. Desa Garung merupakan desa yang terletak di kaki sebelah kanan Gunung Sumbing dan sebelah kiri lereng Gunung Sindoro. Masyarakat desa ini sebagian besar bermata pencaharian dengan bertani. Jumlah penduduk desa Garung juga tidak terlalu banyak tapi kelihatan sangat makmur.
Desa Garung (1.543 m dpl) merupakan desa terakhir menuju ke puncak Gunung Sumbing, dapat dengan mudah kita capai karena letaknya yang dilalui jalur Bus/minibus dari arah Magelang menuju ke Wonosobo atau sebaliknya.
Dari Magelang kita naik bus jurusan ke Wonosobo dan turun sebelum Kota Wonosobo sekitar 16 Km tepatnya di Gapura Desa Garung (Pasar Reco). Untuk mencapai jalan pendakian yang menuju ke puncak Gunung Sumbing dari Gapura Desa Garung kita menuju ke Kampung Butuh melalui jalan berbatu, sekitar 0,5 jam dengan jalan kaki atau naik ojek.
Setelah sampai di Kampung Butuh, kita melapor pada pak Zamroni, Kamituwo kampung ini untuk minta ijin pendakian ke Gunung Sumbing. Di rumahnya ini kita bisa bermalam untuk melanjutkan pendakian esok hari atau istirahat sebentar dan melanjutkan pendakian pada malam hari. Untuk kebutuhan air sebaiknya dipersiapkan dikampung ini, karena selama perjalanan kepuncak tidak ada mata air dan kalau kita memerlukan pemandu gunung (porter) kita bisa mendapatkan di desa ini.
Dari Kampung Butuh ini terdapat dua jalur pendakian yaitu Jalur Baru dan Jalur Lama. Jalur Baru di buka karena jalur lama sudah terkena erosi yang menyebabkan jalur agak sulit untuk dilalui. Panjang jalur dari Desa Garung sampai ke puncak Gunung Sumbing lewat jalur lama, 7 Km dan Jalur Baru, sepanjang 0,5 Km.

Jalur Lama
Dari Kampung Butuh, perjalanan kita lanjutkan menuju perbatasan antara hutan dengan ladang jaraknya sekitar 4,5 Km dari kampung Butuh, maka kita akan sampai di Boswisen. Di Boswisen ini terdapat sungai kecil, bila musim hujan terdapat air dan bisa kita pergunakan untuk keperluan memasak dan minum.
Setelah sampai di Boswisen perjalanan kita teruskan menuju pertigaan yang dinamakan Bukit Genus, sekitar 2 jam melalui tanjakan - tanjakan yang cukup melelahkan. Setelah sampai di Bukit Genus kita bisa beristirahat sebentar sambil menikmati pemandangan karena lokasinya yang cukup datar, lalu perjalanan kita teruskan lagi melewati banyak tanjakan terjal menuju Pestan atau Pasar Setan (2.437 m dpl), selama 2 jam perjalanan. Kawasan Pestan banyak di tumbuhi rerumputan, dan seringkali terjadi badai yang menerpa wilayah ini sehingga mengakibatkan bahaya saat melakukan pendakian.
Catatan
Pendakian yang paling ramai pada bulan Agustus - September. Menurut data di buku pendakian di Kepala Desa pendaki tiap tahun dapat mencapai 5.000 orang. Untuk mencari penginapan kita bisa ke Kota Wonosobo karena di Desa Garung tidak ada penginapan. Bila kita ingin menikmati perjalanan di kawasan Gunung Sumbing kita bisa menuju ke Wisata air terjun Curuk Duwur, yang terletak sekitar 2 Km dari pusat Desa Garung/Butuh. Dari Desa garung kita juga bisa meneruskan perjalanan ke kota Wonosobo dan langsung menuju ke Lembah Dieng (lihat catatan Di Gunung Sindoro). Jika kita mengalami keadaan darurat kita bisa menghubungi Karang Taruna Desa Garung atau menghubungi Pos Penjagaan Polisi di Kledung dengan frekwensi 147,940 Mhz atau Polsek Wonosobo dan Magelang dengan frekwensi 147.000 Mhz dan disini akan dilakukan koordinasi lebih.
Dari Pestan jalan semakin curam dan agak sulit di lalui sepanjang 0,5 Km, kita akan menemui batu besar, yang dapat dipergunakan sebagai tempat berlindung dari hembusan angin yang keras, tempat ini dinamakan Batu Kotak.
Dari Batu Kotak perjalanan kita teruskan menuju di kawasan Tanah Putih, sekitar 1 jam perjalanan lalu kita dapat langsung menuju ke puncak. Dari Batu Kotak untuk mencapai puncak Gunung Sumbing membutuhkan waktu 2-3 jam lagi perjalanan pendakian.

Jalur Baru
Bila kita ingin melewati jalur baru dari Kampung Butuh kita menuju ke kawasan Boswisen sebelah barat yang membutuhkan waktu 2 jam perjalanan, melewati jalan berbatu dan menanjak. Boswisen merupakan batas ladang dan hutan pinus milik PERHUTANI dan terdapat pondok yang merupakan Pos I. Pos ini bisa dipergunakan untuk bermalam bila kita tidak bermalam di desa dan pagi harinya kita meneruskan perjalanan.
Dari Pos I Perjalanan kita lanjutkan menuju ke pos II yang dinamakan Pos Gatakan, sekitar 3 Km. Dari pos II perjalanan kita lanjutkan sampai menemui pertigaan, yang merupakan pertemuan jalur lama dan jalur baru, sekitar 1-1,5 jam. Seterusnya perjalanan kita teruskan melewati jalur lama menuju ke puncak. Puncak Gunung Sumbing berbentuk kaldera kecil yang bergaris tengah 800 meter, dengan kedalaman 50-100 meter dan beberapa puncak yang runcing dan sulit untuk dicapai. Dari Desa Garung ke puncak membutuhkan waktu 7-8 jam perjalanan, sedang turunnya membutuhkan waktu 5 jam.



Jalur Pendakian Gunung Slamet



Gunung Slamet (3,432 ) adalah gunung tertinggi di Jawa setelah Gunung Semeru di Jawa Timur, berbentuk kerucut/Strato serta memiliki kawah yang masih aktif dan luas. Letusan besar terakhir terjadi pada tanggal 13 juli 1988, yang menimbulkan lidah api dan semburan lava pijar setinggi 300 meter. Gunung Slamet terletak di perbatasan Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, dan Brebes. Dengan posisi geografis 7°14,30' LS dan 109°12,30' BT.

Pada awal bulan September 1995, hutan di Gunung Slamet ini mengalami kebakaran hebat, diperkirakan karena kesalahan manusia, yang mengakibatkan lenyapnya berbagai tumbuhan dan fauna khas yang masih tersisa di gunung ini, termasuk tanaman langka Edelwis Jawa yang merupakan tanaman khas Gunung Slamet. Edelweis Jawa disini, bunganya putih kekuningan dan tangkai bunganya serupa dengan daun kering yang panjang, berbeda dengan Edelweis di Gunung Gede-Pangrango yang bunganya keputih-putihan dan tangkai bunganya berbulu-bulu.

Hutan di kawasan Gunung Slamet, sebagian terdiri dari hutan alam, hutan alam produksi dan hutan produksi yang dikelola oleh PERHUTANI KPH Pekalongan Barat dan KPH Banyumas Timur. Pendakian ke Gunung Slamet cukup berbahaya, karena hutannya masih lebat dan jarang didaki, selama tahun 1975 - 1994 tercatat 17 orang meninggal di gunung ini, 10 orang diantaranya meninggal karena hujan salju pada bulan Februari 1992. Suhu dipuncak Gunung Slamet seringkali mencapai 0°C, karenanya kita harus menyiapkan fisik, logistik dan perlengkapan untuk mendaki gunung ini.
Untuk mencapai puncak Gunung Slamet, kita bisa melalui beberapa jalur: dari Utara via Gambuhan-Jurangmangu, dari Selatan via Baturaden-Gunung Malang, dan Timur via Bobotsari - Bambangan. Jalur yang paling dekat dan lebih aman, adalah dari Bambangan dan Jurangmangu, yang merupakan jalur yang dianjurkan, sedangkan jalur Baturaden sebaiknya dihindari karena banyak ditumbuhi rumput-rumput liar dan medannya terjal serta berbahaya.

Jalur Bambangan
Untuk menuju Bambangan (1.470 m.dpl), dari Purwokerto kita naik Bis ke jurusan Bobotsari Kabupaten Purbalingga. Di Bobotsari kita sebaiknya melengkapi perbekalan yang masih diperlukan, dan disini tersedia fasilitas Telpon Interlokal(WARTEL). Dari terminal Bobotsari naik Primkodes (minibus) menuju Pasar Priatin di Desa Kutabawa Kecamatan Karangrejo. Dari Priatin kita berjalan sejauh 2,5 km menuju dusun Bambangan, karena hanya sesekali saja daa truk pengangkut yang melewati jalan tanah yang lembek dan berbatu ini. Kita juga bisa turun di Dukuh Penjagan (Serang), 2 km sebelum Priatin dan berjalan ke Bambangan sejauh 2,5 km melewati perladangan. Bila kita dari arah Pemalang, kita naik Bis jurusan Purwokerto, turun di Karangrejo, pertigaan ke Goa Lawa, dan naik minibus sejauh 7 km ke Priatin.
Dusun Bambangan merupakan hunian terakhir menuju Gunung Slamet, disini kita harus mengisi persediaan air, karena sepanjang pendakian, sulit ditemui mata air, terutama dimusim kemarau. Dusun Bambangan dihuni oleh kira-kira 900 penduduk, yang mengandalkan kehidupannya dengan bercocok tanam sayuran.
Di batas Kampung Bambangan, kita akan menjumpai Pondok Pemuda, sebuah gedung yang besar dan cukup megah yang dibangun Pemerintah Daerah Purbalingga untuk para pendaki. Setelah melapor ke Pak Mucheri, pendakian dimulai dari Pondok Pemuda, dimana ada jalan bercabang, yang kekanan merupakan jalur lama, kita bisa mengambil jalan yang lurus, karena rute yang baru ini lebih pendek.
Setelah perladangan kita akan memasuki kawasan Hutan PERHUTANI, dimana kita akan jumpai sebuah tempat berlindung (Shelter). Dari sini kita mendaki selama 0,5 Km dan akan melewati tempat yang disebut Pondok Gembirung (2.250 m.dpl) yang merupakan hutan alam, yang banyak ditumbuhi Pohon Gembirung. Dari sini sejauh 0,5 Km akan dijumpai Pondok Walang (2.500 m.dpl), berjalan lagi sejauh 0,5 Km kita akan menemui Pondok Cemara yang disekitarnya banyak ditumbuhi pepohonan Cemara.
Dari Pondok Cemara kita terus mendaki sejauh 1,5 Km menuju Pondok Samanrantu (2.900 m.dpl) disini ada pondok peristirahatan sederhana. Diperlukan waktu 4-5 jam untuk mencapai Samarantu dari Bambangan, dan 2 jam lagi untuk mencapai Puncak. Dari Samanrantu perjalanan diteruskan sejauh 0,3 km menuju Samyang Rangkah yang dimusim hujan ada mata air, berjalan sejauh 0,6 km lagi melewati Samyang Kendit dan Samyang Jampang (2.950 m.dpl) kita akan sampai di Samyang Ketebonan (3.000 m.dpl). Di Samyang Jampang banyak ditumbuhi bunga Edelweis yang sekarang nyaris punah, dan kita bisa menyaksikan matahari terbit dari tempat ini. Kita terus naik ke Plawangan (3.250 m.dpl) yang merupakan perbatasan hutan dan daerah berbatu. Menuju puncak Gunung Slamet masih dibutuhkan waktu 1 jam lagi, melewati batu-batu lahar yang amat sukar, berupa batu lepas dan tajam, kita harus lebih waspada di daerah ini.
Setelah tiba di puncak akan terlihat hamparan padang lahar yang luas dan menakjubkan. Kita juga dapat menyaksikan pemandangan yang menakjubkan ke arah kawah-kawah yang masih aktif, yang dinamakan Segoro Warian dan Segoro Wedi. Di puncak Gunung Slamet kita juga dapat menyaksikan panorama yang indah kearah puncak-puncak Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Ciremai juga kearah kota Tegal, Purwokerto, Brebes, dan di kaki langit membentang Samudra Hindia dan Laut Jawa. Untuk memantau kondisi vulkanisnya, Puncak Gunung Slamet dilengkapi pemantau gempa yang datanya ditransmisikan lewat pemancar radio dengan menara antena setinggi 18 meter.
Pendakian dari Bambangan menuju puncak Gunung Slamet ini memerlukan waktu sekitar 8 jam, sedangkan untuk turun dibutuhkan waktu sekitar 4 jam. Setelah pendakian kita bisa pergi ke Baturaden yang merupakan kawasan wisata, dimana tersedia banyak hotel dan penginapan dan fasilitas wisata lainnya. Di Baturaden kita dapat menikmati panorama lereng Gunung Slamet dengan amat indah, mandi air pnas dan berenang dengan biaya murah.

Jalur Utara via Gambuhan
Jalur utara ini kurang populer dibandingkan jalur Bambangan tetapi jalur ini sering di gunakan oleh petugas Vulkanologi untuk menuju kawah Gunung Slamet. Desa Gambuhan (1.000 m.dpl) lebih mudah dicapai dari arah Tegal. Dari Tegal kita naik Bus jurusan Moga (540 m.dpl) sejauh 64 Km lewat Pemalang. Dari Moga kita naik minibus ke Desa Gambuhan. Gambuhan dapat juga dicapai lewat Toewel. Dari Tegal dengan minibus kita menuju Toewel (850 m.dpl) lewat Bojong. Dari Toewel kita ganti minibus lagi ke Gambuhan.
Sebaiknya logistik telah dipersiapkan di Toewel atau di Moga. Fasilitas Telpon Interlokal (Wartel) tersedia di Moga dan di Toewel. Dari Desa Gambuhan kita berjalan atau naik ojek ke Pos Vulkanologi yang jaraknya 700 meter, untuk mencatatkan diri dan meminta informasi tentang kondisi Gunung Slamet dan jalur pendakiannya. Disini kita bisa menemui Kepala Pos Vulkanologi, yang dapat membantu kita pemanduan dan penginapan. Dari Pos Vulkanologi kita meneruskan perjalanan ke Dusun Karang Sari, Desa Jurangmangu melintasi jalan desa selama 0,5 jam perjalanan atau dengan ojek selama 10 menit saja. Mobil hanya bisa mencapai Pos Vulkanologi saja, dan sementara kita mendaki mobil dapat diparkir di sini.
Pendakian kita mulai dari Dusun Karang Sari (1.050 m. dpl) ini, melewati Hutan Pinus menuju Pondok Buncis selama 0,5 jam, disini kita bisa beristirahat dan mengambil air. Dari Pondok Buncis perjalanan memasuki hutan alam dan Cemara, melewati Pondok Gribig (1.750 m.dpl), selama 1 jam perjalanan. Selanjutnya perjalanan diteruskan selama 1,5 jam ke Pondok Pakis (2.200 m.dpl). Jalan semakin menanjak, dan kita akan sampai di Penatus (2.350 m.dpl), setelah perjalanan selama 1 jam dan diperlukan 1,5 jam lagi untuk mencapai Pondok Gua (3.000 m.dpl).
Perjalanan 1 jam dari Pondok Gua kita sampai di batas pasir sisa letusan yang dinamakan Samyang Wenang (3.200 m.dpl), melalui rerumputan dan vegetasi bunga Edelweis Jawa. Perjalanan akan melintasi medan yang semakin curam, berpasir dan berbatu lepas, yang mengharuskan kita berhati-hati. Setelah perjalanan 1,5 jam kita sampai di gigir Kawah (3.400 m.dpl). Diperlukan 0,5 jam lagi untuk menuju Puncak Gunung Slamet yang terletak diakhir jalur Bambangan, sedangkan total perjalanan ke puncak 7-8 jam. Untuk kembali ke Gambuhan diperlukan waktu 4-5 jam.

C A T A T A N
Masalah air perlu mendapat perhatian ekstra, karena di musim kemarau di Bambangan kadang sulit mendapat air bersih dan sepanjang perjalanan ke puncak sudah tidak ada lagi mata air sedangkan di jalur Gambuhan sebaiknya air kita siapkan di Desa Jurangmangu.

Perijinan, Pemanduan & Keadaan Darurat
Jika ingin mendaki Gunung Slamet terlebih dahulu kita meminta ijin di Perum PERHUTANI Banyumas Timur, Jl. Gatot Subroto 92, Purwokerto (Telp. 0281-96108) dan Polisi setempat (Polsek Serang). Kita juga harus mendapat Rekomendasi dari Dinas Sosial Politik (Ditsospol) Kabupaten Banyumas. Dan di Bambangan kita harus laporkan pendakian kita ke Kepala Dusun, Pak Mucheri, yang juga seorang pemandu gunung yang tangguh.
Beliau juga akan memberi banyak informasi tentang Gunung Slamet, mencarikan pemandu atau porter dan menyediakan tempat bermalam bila diperlukan, juga membantu kita dalam keadaan darurat. Dan di jalur Gambuhan, kita harus melaporkan perjalanan kita kepada Kepala Desa setempat dan Petugas Vulkanologi.
Untuk kenyamanan dan keselamatan dapat digunakan Pemandu yang tarifnya bisa dirundingkan untuk dua hari perjalanan, atau Porter yang merangkap Pemandu yang tarifnya sama. Di Purwokerto kita bisa menghubungi Organisasi Pencinta Alam UPL (Unit Pandu Lingkungan) dan JAGRAWESA (Fak.Ekonomi) Universitas Jendral Sudirman (UNSUD) yang bersekretariat di Kampus UNSUD Gerendeng Purwokerto dan PPA Mayapada, Universitas Wijaya Kusuma Purwokerto, yang akan membantu kita keterangan, perijinan dan pemanduan ke Gunung Slamet.
Bila menghadapi keadaan darurat di Gunung Slamet, kita bisa menghubungi Pak Mucheri di Bambangan, Perum PERHUTANI Banyumas Timur di Purwokerto dan Organisasi Pencinta Alam setempat, petugas Vulkanologi serta Petugas Kepolisian. Dan bila diperlukan kegiatan SAR, kita bisa juga menghubungi Organisasi Pencinta Alam MAPAGAMA dan PALAPSI di Universitas Gajahmada (UGM) juga WANADRI di Bandung (telp.022-420 6440,430 699) atau Perwakilannya di Jakarta (telp.021-798 7270)

Jalur Pendakian Gunung Argopuro




 
Gunung Argopuro adalah salah satu gunung dari Kompleks pegunungan Iyang. Terdapat banyak puncak, beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian yang lainnya lebih muda. Beberapa puncak gunung dalam kompleks ini diantaranya adalah Gn. Semeru (2.847m), Gn. Jambangan (2.773m), Gn. Cemoro Kandang, Gn. Krincing, Gn. Kukusan, Gn. Malang, Gn. Saing, Gn. Karang Sela, dan Gn. Argopuro. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088 m dari permukaan laut. Gunung yang sudah tidak aktif lagi kawahnya ini terletak di Kab. Probolinggo Jawa Timur.
Untuk menuju Bremi dapat ditempuh dari kota Surabaya naik bus jurusan Probolinggo. Dari kota probolinggo naik bus Akas kecil jurusan ke Bremi. Bus ini berangkat dari pool Akas yang berada di terminal lama, samping hotel Bromo Indah. Bus ini berangkat dua kali, pagi jam 06.00 dan siang jam 12.00, sedangkan kembali dari Bremi menuju kota Besuki jam 08.00 dan jam 15.00. Sebelum melakukan pendakian wajib melaporkan diri di kantor polisi sektor Krucil untuk dicatat identitasnya. Di desa Bremi ini sebagian besar penduduknya adalah masyarakat Madura yang kadang tidak mengerti bahasa indonesia sehingga agak sulit berkomunikasi.
Perjalanan dimulai dari Kantor Polisi turun menuju pertigaan menuju arah perkebunan Ayer Dingin. Dengan melewati kebun penduduk yang kebanyakan ditanami jagung dan padi, selanjutnya akan memasuki kawasan perkebunan yang ditanami kopi dan sengon. Jalur semakin menanjak dan mulai memasuki kawasan hutan damar. Setelah berjalan sekitar 2 jam kita akan memasuki batas Hutan Suaka.
Dari batas suaka alam, hutan semakin lebat dan jalur semakin terjal. Pendaki perlu waspada di kawasan ini banyak dihuni babi hutan. Perhatikan semak-semak yang bergerak dan suara khas babi yang sering muncul disekitar jalur pendakian. Bila kita sudah sampai di puncak bukit maka kita akan menemukan persimpangan jalur. Ambil lurus bila ingin terus menuju puncak, namun bila ingin ke Danau Taman Hidup harus berbelok ke kanan.
Danau Taman Hidup adalah lokasi berkemah yang cukup luas. Di sekitar tempat ini kadang muncul babi hutan, kancil dan kijang, terdapat sebuah danau yang luas dan banyak ikannya sehingga dapat dipancing. Pendaki juga dapat mengambil air bersih dari danau ini. Tepian danau ini sangat berbahaya berupa rawa berlumpur, sehingga untuk mengambil air pendaki harus melewati jembatan dermaga kayu. Dari dermaga ini pendaki seringkali mandi berenang ke dalam danau. Namun perlu diperhatikan bila air sangat dingin berbahaya sekali untuk berenang.
Ketika udara cerah bila pendaki berteriak maka sekonyong-konyong kabut akan muncul di atas danau, namun setelah diam kabut akan hilang lagi. Pendaki juga dapat mengelilingi danau untuk memancing ikan. Pada pagi hari kabut tebal menyelimuti danau sehingga berbahaya bila ingin mengambil air, karena dapat terjebak di rawa tepian danau. Untuk itu persiapkan air jauh sebelumnya ketika cuaca cerah.
Meninggalkan Danau Taman Hidup pendaki harus berjalan ke arah semula menuju persimpangan dan belok ke kanan ke arah puncak. Jalur agak landai namun suasana hutan semakin lebat. Setelah berjalan sekitar 30 menit kita akan berjumpa dengan sungai kecil yang kering. Jalur selanjutnya semakin menanjak, di pagi hari di sepanjang jalur dapat kita temukan jejak babi hutan, bahkan jejak kaki macan yang masih baru.
Selanjutnya kita akan memasuki kawasan hutan yang semakin gelap dan lembab, begitu dekatnya jarak antara pohon sehingga sulit bagi sinar matahari untuk menembusnya. Kawasan ini di sebut Hutan Lumut karena semua pohon di areal ini ditutupi oleh lumut. Kesan angker dan menyeramkan sangat terasa ketika melewati daerah ini. Jejak kancil, menjangan, babi hutan dan macan dapat ditemukan di sepanjang jalur ini.
Sekitar 1 jam melintasi hutan lumut kita memasuki hutan yang jarak pohonnya tidak terlalu rapat, sehingga kelihatan agak terang. Tumbuhan herbal dan rumputpun tumbuh subur. Jalur ini menyusuri lereng bukit dengan sisi kiri berupa jurang. Rumput yang tumbuh kadang begitu tingginya, sehingga menutupi jalur. Sesekali terdengar kicauan aneka jenis burung
30 menit selanjutnya kita akan tiba di lereng yang banyak batu-batu besar. Disini banyak terdapat pohon tumbang sisa kebakaran hutan. Kita harus melintasi 3 buah sungai kering dengan cara turun jurang dan naik lagi ke atas bukit. Bukit-bukit di depan kita banyak di tumbuhi rumput dengan pohon yang agak jarang. Sesekali terlihat kancil atau menjangan berlari-larian, sementara belasan lutung-lutung bergantungan di atas pohon.
Sekitar 1 jam berikutnya kita sudah berada di lereng bukit yang banyak ditumbuhi rumput-rumput tinggi. Rumput-rumput ini seringkali menutupi jalur sehingga sangat menggangu. Di antara rerumputan Edelweis mulai tumbuh, pohon-pohon besar sisa kebakaran masih bertahan hidup dengan menumbuhkan daun-daun hijau yang baru.
Dengan menempuh waktu sekitar 30 menit melintasi rerumputan yang mengelilingi bukit kita akan tiba di sebuah sungai kecil yang airnya mengalir lancar. Pendaki dapat mendirikan tenda di daerah Kali putih ini.
Berikutnya kita akan melintasi hutan cemara yang banyak ditumbuhi rumput-rumput yang tinggi, 1 jam selanjutnya akan tiba di padang rumput gimbal, rumput di sini berbentuk keriting dan tumbuh secara bergerombol. Perjalanan memutar mengelilingi puncak gunung dengan menyusuri padang rumput gimbal. Selanjutnya akan sampai di Sicentor.
Sicentor adalah tempat pertemuan jalur baderan dan bremi yang bersatu menuju puncak. Di tempat ini kita dapat mendirikan tenda untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak. Di Sicentor terdapat sebuah bangunan dari kayu yang dapat digunakan untuk berlindung dari hujan dan angin.
Dari Sicentor perjalanan mendaki bukit melintasi padang rumput dan padang edelweiss, sekitar 1 jam perjalanan akan berjumpa dengan sungai yang kering. Setelah menyeberangi dua buah sungai kering kembali melintasi padang rumput dan padang edelweis yang sangat indah. 1 jam berikutnya akan tiba di Rawa Embik.
Untuk menuju puncak belok ke kiri, namun bila ingin beristirahat dapat mendirikan tenda di Rawa Embik. Di tempat ini terdapat sungai kecil yang selalu berair di musim kemarau. Rawa Embik berupa lapangan terbuka sehingga bila angin bertiup kencang tenda dapat bergoyang-goyang dengan keras.
Dari Rawa Embik kembali berbelok kearah kiri melintasi padang rumput, untuk menuju ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Dari padang rumput berbelok ke kanan mendaki lereng terjal yang berdebu dan banyak pohon tumbang sisa kebakaran. Bila angin bertiup kencang pohon-pohon sisa kebakaran ini rawan tumbang sehingga harus berhati-hati. Tanah gembur berdebu juga rawan longsor harus berhati-hati melintasinya.
Selanjutnya sedikit turun kita akan melintasi sebuah sungai yang kering dan berbatu. Kembali mendaki bukit yang terjal, kita akan berjumpa dengan padang rumput dan padang edelweis yang sangat indah. Di depan kita nampak puncak Rengganis yang berwarna keputihan, terdiri dari batu kapur dan belerang.
Puncak gunung Argopuro adalah bekas Kawah yang sudah mati, bau belerang masih sangat terasa. Puncak ini berbentuk punden berundak semacam tempat pemujaan, punden paling bawah selebar lapangan bola di sini banyak terdapat batu-batu berserakan. Ke atas lagi selebar sekitar 10 x 10 meter, ke atas lebih kecil lagi. Selanjutnya kita akan melintasi bekas kawah yang banyak terdapat batu-batu kapur berwarna putih dan bau belerang. Pada puncak tertinggi terdapat susunan batu yang diyakini sebagai petilasan Dewi Rengganis